rodjetton.org Boneka, sebagai mainan anak yang menggemaskan, telah berkembang menjadi lebih dari sekadar alat permainan. Dengan berbagai bentuk yang menarik, seperti hewan atau karakter tertentu, boneka telah menjadi sarana komunikasi tradisional yang menyampaikan pesan dan nilai-nilai budaya. Misalnya, wayang potehi atau wayang kulit yang sarat dengan cerita kompleks dan nilai-nilai budaya. Namun, di era modern ini, boneka telah bertransformasi menjadi media identitas, seperti boneka yang merepresentasikan K Pop Idol, di mana fans merasa lebih dekat dengan idol mereka.
Salah satu boneka yang menjadi perhatian saat ini adalah Labubu, ciptaan seniman Hong Kong, Kasing Lung. Boneka ini menjadi viral setelah Lisa Blackpink menggunakannya sebagai aksesoris tas di bulan April 2024. Popularitas Labubu meledak di media sosial, dengan banyak netizen Indonesia yang ingin memiliki boneka tersebut. Pop Mart, penjual boneka Labubu, mulai diserbu pembeli dari generasi Milenial dan Z, yang rela mengantri berjam-jam untuk mendapatkannya. Harga boneka Labubu bervariasi dari ratusan ribu hingga belasan juta rupiah, dan fenomena “jastip” atau jasa titip pun muncul akibat permintaan yang tinggi.
Kawaii, atau kelucuan dalam konteks budaya Jepang, telah menjadi tren global. Seperti yang ditemukan dalam riset yang dipublikasi pada konferensi tentang perbandingan lintas budaya, kawaii dapat ditemukan di mana-mana di Jepang, dari barang-barang Hello Kitty hingga rambu jalan yang dibuat oleh pemerintah. Produk Jepang yang dibeli di seluruh dunia disesuaikan untuk memenuhi standar kelucuan yang disukai secara luas.
Penting untuk memahami bagaimana target pengguna memandang kawaii dalam merancang produk. Studi lintas budaya menunjukkan perbedaan dalam pemahaman tentang istilah “imut” dan “kawaii”. Kata “kawaii” awalnya berarti sedih atau memalukan, namun berkembang menjadi sesuatu yang kecil, lemah, dan menimbulkan perasaan ingin melindungi. Dalam buku “Cuteness Engineering: Designing Adorable Products and Services”, dijelaskan bahwa “kawaii” adalah kata Jepang yang paling dekat dengan “cute” dalam bahasa Inggris.
Fenomena boneka Labubu menjadi momentum penting bagi generasi Milenial dan Z, yang menemukan nilai humanis dan emosional dalam produk tersebut. Bagi produsen, ini adalah peluang untuk mengemas unsur “cute” atau “imut” dalam produk mereka, yang dapat menarik perhatian pembeli saat ini. Cute marketing telah terbukti efektif untuk generasi Milenial, Z, dan next generation.
Gagasan cute marketing ini menarik dan berguna bagi profesional, peneliti, akademisi, dan mahasiswa yang tertarik dalam inovasi pemasaran. Selain itu, ini juga menjadi pelengkap penting dalam fenomena sosial dan perkembangan studi keilmuan.